LALU LINTAS PEMBAYARAN

Lalulintas pembayaran



(Laura Sofa Hanna, 13340039)
A.       Pengertian Lalu Lintas Pembayaran
Pembayaran dapat diartikan sebagai pindahnya pemilikan/penguasaan atas sejumlah dana dari si pembayar kepada si penerima. Akan tetapi pada prakteknya si penerima uang tidak mutlak dapat menguasai uang yang diterimanya karena ada kalanya si penerima hanya menguasai dana itu sementara waktu untuk kepentingan pihak lain, contohnya pekerja dalam satu perusahaan yang kedudukannya sebagai kasir.
Pada dasarnya pembayaran yang terjadi akibat adanya transaksi. Transaksi ekonomi setiap hari dapat ditemukan dalam jumlah besar baik yang menyangkut barang dan jasa. Secara umum transaksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Transaksi Komersial yaitu yang termasuk di dalamnya perdagangan atau jual beli barang dan jasa.
b. Transaksi finansial yaitu yang termasuk di dalamnya pemberian kredit, penanaman modal, perdagangan valuta asing, pembelian saham, menyimpan uang dalam bentuk deposito berjangka, pembelian obligasi, dan transaksi transfer.
Pada dasarnya lalu lintas pembayaran dilakukan secara langsung oleh pihak pembayar dan pihak yang dibayar. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan transaksi yang dapat dilakukan secara jarak jauh, maka pembayaran dapat dilakukan melalui perantara, misalnya pos, wesel, atau bank. Dengan demikian, pada pembayaran yang dapat tidak langsung ini terdapat unsur-unsur:
a.       Adanya pihak pembayar dan pihak dibayar
b.      Adanya alat pembayaran yang sah
c.       Adanya perantara
Kemudian, yang menjadi fokus pembahasan lalu lintas pembayaran tidak langsung adalah perantara yang memiliki kredibilitas, artinya perantara tersebut dapat dipercaya mampu melaksanakan fungsi lalu lintas pembayaran dengan baik dan benar.
B.       Mekanisme Lalu Lintas Pembayaran
Berdasarkan keberadaan berbagai jasa pengiriman pembayaran, terdapat berbagai metode pembayaran pula. Misalnya, dalam berbagai jasa wesel, pembayaran biasanya dilakukan secara tunai. Sedangkan pada Bank, pembayaran lebih populer dilakukan dengan sistem nontunai. Sistem nontunai sendiri dapat dilakukan dengan cara transfer yang dapat dilakukan melalui teller bank, internet banking, atau transfer melalui ATM.
Pada pembahasan ini, lalu lintas pembayaran akan difokuskan pada jasa lalu lintas pembayaran yang disediakan oleh bank. Namun, tidak semua jenis lembaga Bank dapat melaksanakan fungsi lalu lintas pembayaran. Lembaga Bank yang memiliki kemampuan melakukan jasa lalu lintas pembayaran adalah Bank Umum, sedangkan pada Bank Perkreditan Rakyat tidak terdapat kemampuan tersebut.[1]
Pemakaian uang elektronik dalam mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai sampai ke bentuk-bentuk nontunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas (paper based) seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke elektronik seperti alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) seperti kartu ATM, Debit, dan Kredit serta uang elektronik (e-money)hingga ke wujud digital (digital cash).
Adapun mekanisme lalu lintas pembayaran dalam Lembaga Bank dapat dilakukan melalui cara-cara berikut:
a.       Cek
Cek adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang cek tersebut.
Pemindahan hak atas cek dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu untuk cek atas nama, dan cek atas unjuk.
Syarat-syarat Cek antara lain:
ü  Pada surat cek harus tertulis perkataan "CEK
ü  Surat cek harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
ü  Dalam cek perlu tertulis nama bank yang harus membayar, penyambutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan
ü  Tanda tangan penarik untuk membayarkan nominal dalam cek tersebut.[2]
b.      Giro
Giro adalah simpanan/dana pihak ketiga, dimana penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan media yaitu cek, bilyet giro dan sarana perintah pembayaran lainnya.[3]Cek adalah surat perintah pembayaran tanpa syarat, sedangkan bilyet giro adalah surat pemindahbukuan. Bilyet Giro merupakan surat berharga dimana surat tersebut merupakan surat perintah nasabah untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank yang lainnya. Bilyet Giro mempunyai dua tanggal dalam teksnya yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif (jatuh tempo). Sebelum tanggal efektif tiba Bilyet Giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran kredit.
Syarat-syarat Bilyet Giro antara lain:
ü  Nama Bilyet Giro dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan.
ü  Nama tertarik.
ü  Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penarik.
ü  Nama dan nomor rekening pemegang.
ü  Nama bank penerima.
ü  Jumlah dana yang dipindahkan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya.
ü  Tempat dan tanggal penarikan.
ü  Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel dengan persyaratan pembukuan rekening.[4]
c.       Kliring
Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antarbank (DKE), baik atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Dalam penyelenggaraan kliring, bank sebagai perantara pelaksana kliring melaksanakan perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring yang didasarkan pada data keuangan elektronik disertai dengan penyampaian warkat dari peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima.[5]
Saat ini penyelenggaraan kliring lokal dilakukan dengan menggunakan 5 (lima) macam sistem, antara lain:
1.          Sistem manual, yakni sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Dalam system manual kliring dilakukan oleh non-KBI yang wilayahnya jauh dari KBI dengan jumlah bank peserta dan jumlah warkatnya sedikit.
2.          Sistem semi otomatisasi, yakni sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan secara otomasi, sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh peserta. Pada proses Sistem Semi Otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada DKE yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan. Kliring yang menerapkan system semi otomasi biasanya dilakukan oleh KBI dengan jumlah bank peserta dan jumlah warkat sedikit dilakukan dengan system kliring Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL).
3.          Sistem otomasi, yakni sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam dan pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring dan pemilahan warkat dilakukan oleh penyelenggara secara otomasi. Pada proses sistem otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring. Selain itu, pada system ini semua proses mulai dari perhitungan, rekapitulasi, dan pembuatan laporan kliring dilakukan secara otomasi. Sistem otomasi kliring dimulai dari penerimaan warkat kliring dari semua peserta kliring oleh KBI penyelenggara kliring sebagai input untuk mesin reader/sorter.
4.          Sistem Elektronik, yakni kliring yang dilakukan oleh KBI dengan jumlah bank peserta dan jumlah warkat sangat banyak dilakukan dengan system kliring elektronik. Pada system kliring ini proses perhitungan, rekapitulasi, dan pembuatan laporan kliring (Bilyet Saldo Kliring) dilakukan secara elektronik melalui terminal elektronik di bank peserta kliring tidak perlu datang ke tempat kliring untuk menyampaikan warkat kliring. Untuk pertukaran warkat dan rekonsiliasi dilakukan secara otomasi melalui computer pusat kliring elektronik.
5.          Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Syarat – syarat warkat yang dapat dikliringkan adalah :
ü  Dinyatakan dalam mata uang rupiah.
ü  Telah dapat ditagih pada saat dikliringkan.
ü  Telah jatuh tempo pada saat dikliringkan.
ü  Telah dibubuhi cap atau stempel kliring.[6]
REFERENSI
Undang-Undang 7 TAHUN 1992 Tentang Perbankan jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro
Peraturan Bank Indonesia No.1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Atas Hasil Kliring Lokal.
Firdiawan, Indra. Lalu Lintas Pembayaran. http://indrafirdiawanlblackstar.blogspot.co.id/2015/05/lalu-lintas-pembayaran.html diakses pada 28 November 2016.




[1] Pasal 1 Angka 3 dan Pasal 14 Undang-Undang 7 TAHUN 1992 Tentang Perbankan jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
[2] Pasal 178 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
[3] Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
[4] Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro
[5] Peraturan Bank Indonesia No.1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Atas Hasil Kliring Lokal.
[6] Indra Firdiawan. Lalu Lintas Pembayaran. http://indrafirdiawanlblackstar.blogspot.co.id/2015/05/lalu-lintas-pembayaran.html diakses pada 28 November 2016.
loading...
Previous
Next Post »

Paling Baru

Cara Membuat Gambar Sejajar Pada Postingan Blog

Dalam pembahasan kali ini saya membahas tentang gambar sejajar pada suatu postingan blog, hal ini sebenarnya sama dengan ketika kita memasa...